Laman

Selasa, 07 September 2010

Hati

"Kenapa aku?"
"Kenapa kau selalu mengajukan pertanyaan itu?"
"Hanya ingin tahu, karena aku tahu banyak wanita yang sangat ingin bersamamu.Jadi kenapa aku?"
"Karena kamu pintar."
"Benarkah? Dan bagaimana jika suatu hari nanti aku sudah tak sepintar sekarang? Masihkah kau akan menyukaiku?"
"Setiap hubungan itu selalu bisa ditinjau ulang. Aku tak pernah bisa menjanjikan bahwa aku akan tetap mencintaimu 64 tahun lagi. Aku tak pernah bisa berjanji karena aku tak tahu apakah aku bisa menepatinya atau tidak."
"Tapi kenapa aku? Dari sekian wanita pintar yang ada di sekelilingmu, yang mungkin lebih cantik, lebih baik, kenapa aku yang kamu pilih?"
"Karena hati dipilih, bukan memilih." 

Senja di tempatku, di balkon kosku, kembali aku mengenang percakapan kita lelakiku. Rasanya kau ada disampingku. Dulu, saat aku selalu mengajukan pertanyaan itu kau selalu mengalihkan dengan pertanyaan lain. Atau kadang kau memberi jawaban yang tak pernah membuat aku puas sehingga aku akan menanyakannya lagi dan lagi. Ah...rasanya baru kemarin, tapi tak terasa percakapan itu sudah lima bulan yang lalu. Di ritual telfon malam kita. Aku sendiri tidak mengerti kenapa kita bisa sampai disini. Di lima bulan ini. Yang aku tahu adalah hatiku mungkin selalu memilihmu, begitu juga hatimu.mungkin memilihku, tapi hati bisa bertumbuh dan bertahan dengan pilihan lain. Kadang begitu saja cukup. Aku tak akan lagi bertanya kenapa kau tak bersamaku sekarang, tapi tak akan ada yang tahu mungkin kau bisa bersamaku nanti. 
Jadi lelakiku, akan kunikmati setiap jejak yang kita tinggalkan lima bulan terakhir. Aku tak akan menghapusnya. Seperti katamu, kita tak akan pernah tahu apakah jejak-jejak itu bisa kita nikmati bersama kelak atau tidak.

Tidak ada komentar: