Laman

Senin, 13 September 2010

Jalan Memutar


Terkadang saat Tuhan ingin menyampaikan pesan kepada kita, Dia akan mengajak kita berkeliling. Berjalan-jalan.  Di sepanjang jalan itu akan banyak sekali yang akan kita temui. Kerikil, batu besar, palang, padang rumput hijau, turunan, tanjakan, jalan mulus, hingga akhirnya Dia akan meminta kita untuk berhenti dan merenungkan sejenak apa saja yang telah kita lalui.

Itulah yang sedang saya lalui sekarang. Tuhan mengajak saya untuk menempuh jalan yang memutar. Butuh waktu lima bulan untuk bisa menempuh perjalanan ini. Dan dalam kurun waktu tersebut saya merasa Tuhan terus ada disamping saya seraya bercerita dan sesekali tersenyum.
Jalan yang saya lalui tidaklah mudah. Menguras banyak tenaga, keringat dan air mata karena terkadang saya menemukan penghalang yang melukai saya. Dia awal perjalanan saya bertemu dengan seseorang. Saya merasa nyaman dengannya jadi saya bertanya pada Tuhan,

“Bolehkah saya menempuh perjalanan ini bersamanya?”
Tuhan tersenyum dan berkata,

“Aku tak akan melarangmu untuk mengajaknya. Cobalah. “

Kemudian kami mulai perjalanan kami bersama-sama. Rasanya sangat menyenangkan. Dia adalah teman seperjalanan yang sangat lengkap. Kami bisa membicarakan apa saja. Hingga kemudian  ada seseorang yang berteriak memanggilnya. Saat kami menoleh kebelakang, ada seseorang disana.

“Siapa dia?” Kutanyakan padanya

“Dia seseorang yang berjalan bersamaku.” Jawabnya

“Kenapa kau meninggalkanya?”

“Aku tidak meninggalkanya. Aku hanya sedang beristirahat dari perjalananku dengannya. Lalu aku bertemu denganmu.”

“Lalu sekarang bagaimana? Dia sedang menunggumu, apa kita akan melanjutkan perjalanan kita?” Tanyaku lagi.

“Entahlah.”  Dia mengangkat bahunya, tapi matanya tak lepas dari orang di belakang kami.

Saat itu aku sangat bingung. Lalu aku berpaling pada Tuhan dan bertanya,

“Apa aku harus melanjutkan perjalananku dengannya?”

“Aku tak bisa menjawabnya. Kau yang harus memutuskan. Perjalanan ini milikmu. Aku hanya menemanimu.”

“Tapi aku masih ingin bersamanya. Aku sangat ingin bersamanya. Bolehkah aku tetap bersamanya?”

Tuhan tak menjawab. Dia hanya tersenyum.

“Maukah kau melanjutkan perjalanan ini denganku?” Akhirnya aku bertanya pada teman seperjalannku.

Dia tak menjawab. Dia hanya diam. Tapi kemudian dia mulai berjalan. Pemandangan disekitar kami sangatlah indah. Dipenuhi bunga dan padang rumput. Dan aku merasa sangat nyaman. Sampai akhirnya aku mulai mendengar tangisan seseorang itu lagi di belakang. Awalnya cuma isakan. Dan aku berusaha untuk mengabaikan. Aku tak ingin melewatkan sedikitpun momen kebersamaanku dengan teman seperjalananku. Tapi kemudian isakan itu berubah menjadi jeritan. Dan aku masih berusaha untuk tidak menghiraukannya.

“Aku tak bisa. Aku harus pergi. Aku tak bisa meninggalkan dia sendirian dan melanjutkan perjalanan ini denganmu. Perjalanan yang kutempuh bersamanya sudah sangat jauh. Dan aku tak bisa meninggalkan dia begitu saja.” Kata teman seperjalananku akhirnya.

“Tapi kenapa? Kalau kau tahu kau tak bisa meninggalkanya kenapa kau mau ikut bersamaku dalam perjalananku? “ Tanyaku mulai terisak. Hatiku sesak, udara disekelilingku rasanya mencekikiku. Padang rumput indah tadi berubah menjadi gurun pasir.

“Kau bilang kau merasa nyaman berjalan bersamaku, jadi kenapa kau tak mau melanjutkan perjalanan ini? “ Lanjutku masih setengah memohon.

Tapi dia tak pernah menjawab. Dia hanya memutar arah dan berjalan menjauhiku. Aku tak bisa merasakan apa-apa. Karena semua rasa itu hilang saat dia memutar arahnya. Kucari Tuhan dan ternyata dia masih menemaniku.

“Tuhan apa yang harus aku lakukan? Aku ingin mengejarnya, aku ingin dia bisa mempertimbangkannya sekali lagi. Bolehkah?”

“Lakukanlah jika itu membuatmu lebih baik, sekali lagi ini perjalananmu. Kau yang menentukan arahnya.”

Kemudian aku mulai mengejarnya. Memutar arahku. Tapi rasanya jalan yang aku lalui saat aku mengejarnya terasa berbeda dengan jalan yang ketempuh saat aku masih bersamanya. Banyak sekali tanjakan yang membuatku lelah. Aku berusaha memanggilnya, mencoba menariknya dengan rasa nyaman yang aku janjikan, tapi dia tak memperdulikanku. Hanya sesekali menolehku. Dia terus berjalan kearah seseorang itu. Dan aku mulai mendengar seseorang itu menyuruhku pergi. Tapi aku tetap tak menghiraukannya. Aku mulai merasa perjalananku sia-sia. Aku sudah hampir  kehabisan tenagaku. Sampai akhirnya aku tiba di tempatku semula. Ditempat yang sama dimana seseorang tersebut menunggu teman seperjalananku tadi.

Telak. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali menerima bahwa mereka kini bersama. Bahwa kini mereka akan menereuskan perjalanan mereka. Aku benar-benar lumpuh. Benar-benar tak punya kekuatan lagi bahkah hanya untuk sekedar berdiri. Tapi kemudian aku sadar bahwa sedari tadi Tuhan masih bersamaku. Dan benar. Dia masih disampingku. Masih dengan senyuman itu.

“Tuhan, aku lelah. Aku tak punya kekuatan lagi.” Kataku.

“Aku akan memberikanmu kekuatan.” Katanya.

“Tapi aku tak ingin meminta apa-apa lagi. Kau sudah menemaniku sampai disini. Itu saja sudah cukup.”

“Kau memang tak meminta. Tapi aku selalu akan memberikannya padamu. Bangunlah. Dan renungkanlah apa saja yang telah kau lalui. Tidakkah kau lihat masih banyak sekali jalan yang bisa kau lalui.”

Dan begitulah, aku telah melalui perjalanan tersebut selama lima bulan ini. Dan yang bisa kurenungkan adalah aku merasa sangat egois. Aku mengabaikan tangisan seseorang itu. Aku mencoba meraih apa yang bukan menjadi jatahku. Sekarang bisa kusadari kesalahanku. Inilah pesan yang Tuhan ingin sampaikan kepadaku.

P.S. Untuk seseorang yang telah menangis dan merasa tersakiti oleh kesalahan yang telah saya buat, saya hanya bisa minta maaf untuk semuanya. Maaf karena saya telah mencoba menilai pada saat saya tidak ingin dinilai. Maaf karena saya sempat melepaskan emosi saya. Maaf karena saya sempat terpancing emosi.

Dan untuk mantan teman seperjalanan saya, saya juga minta maaf karena saya sempat menyakiti seseorang yang amat sangat kamu cintai. Maaf, telah berusaha menahan kamu selama ini. Saya akui semua adalah kesalahan saya. Saya yakin kamu pasti akan membaca tulisan ini. Dan tulisan ini saya buat dengan hati.

Sorry I’ve been ruined your life. I know, maybe you already have wonderfull life before you met me. Then I came and make your life so complicated. That’s all my fault. And I’m realy sorry for that.

Tidak ada komentar: